Siapa yang Harus Bertanggung jawab
pada Permasalahan Pendidikan?
Pendidikan
menjadi hal yang sering sekali diperbincangkan dan menjadi salah satu faktor
penyebab munculnya berbagai masalah.
Semua orang bertanya-tanya siapakah pihak yang harus disalahkan saat
banyak sekali masalah yang terjadi pada dunia pendidikan?. Budaya mencontek
semakin marak, tawuran antar pelajar sering terjadi, siswa-siswa yang mengalami
kesulitan belajar semakin banyak, kasus-kasus kerusakan moral para pelajar dan
masih banyak masalah lainnya. Kurikulum yang berubah-ubah dan dianggap tidak
cocok mulai dijadikan kambing hitam penyebab masalah. Memang tak bisa
dipungkiri masalah pendidikan adalah tanggung jawab kita semua. Semua pihak
memiliki perannya masing-masing untuk memperbaikinya.
Perbahasan
lebih kepada masalah kesulitan belajar karena merupakan masalah yang sering
muncul dalam dunia pendidikan. Setelah melakukan observasi banyak hal yang
terjadi di lapangan. Apalagi masalah-masalah itu banyak timbul pada organismik
siswa itu sendiri. Yakinlah bahwa setiap anak itu unik dan memiliki keunikan
tersendiri. Tidak bisa antara pribadi yang satu disamakan dengan pribadi yang
lain. Ternyata permasalahan mereka sangatlah komplek. Maka kami meneliti
kesulitan belajar yang terjadi pada siswa. Karena pendidikan salah satu
permasalahannya berawal dari bagaimana akademik siswa. Dari 5 anak SD yang
diduga mengalami kesulitan belajar di sekolah yang sama diperoleh hasil bahwa
faktor keluarga terutama orang tua memiliki peran terpenting dalam pendidikan
anak. Kehidupan mereka yang berasal dari keluarga menengah ke atas dan orang
tua mereka yang pergi pagi pulang malam hari saat mereka sudah tertidur. Perhatian
orang tua yang tidak dapat menemani perkembangan belajar anak setiap harinya. Bukti
bahwa peran orang tua dalam pendidikan terutam ibu sebagai guru madrasah
pertama terlihat dari 5 anak yang diduga mengalami kesulitan belajar sebagai
berikut.
1. Khansa,
siswa kelas 3 yang mengalami kesulitan belajar dilihat dari hasil belajarnya
yang sering diremedial. Dengan latar belakang orang tua yang sangat sibuk
sehingga kurang mendapatkan perhatian. Bahkan hasil penelitian guru BK
menyatakan bahwa Khansa memiliki gangguan Histonik dengan kepribadian ganda.
Siswa yang mengalami gangguan ini selalu ingin mendapatkan perhatian lebih dan
gangguan ini muncul setelah orang tua kurang memperhatikan sang anak. Dulu saat
orang tuanya sering membantu belajar, nilai pelajaran Khansa pun mengalami
peningkatan. Namun setelah orang tuanya tidak menemani dia belajar di rumah
maka Khansa mengalami kesulitan belajar.
2. Nikita,
siswa kelas 3 SD yang mengalami kesulitan belajar. Mudah lupa dengan apa yang
baru dipelajarinya. Kemampuan pengerjaan tugas yang lambat dan mengalami
kesulitan belajar dalam semua bidang studi padahal memiliki IQ di atas
rata-rata. Berasal dari latar belakang orang tua yang sanagt sibuk dengan
pekerjaan mereka sehingga kurang memperhatiakan anaknya. Orang tua baru
menyadari bahwa anaknya menagalami kesulitan belajar setelah ada pemberitahuan
dari pihak sekolah. Berbagai macam lembaga privat telah dicoba namun tetap saja
kemampuan belajarnya tidak meningkat.
3. Abisha,
siswa kelas 3 SD yang mengalami kesulitan belajar terutama dalam konsentrasi
terhadap pelajaran. Abisha termasuk anak yang hiperaktif di kelas. Berasal dari
latar belakang keluarga menengah dan terlihat kurang mendapat perhatian di
rumah sehingga mencari-cari perhatian dengan sikap hiperaktif yang dilakukannya
di sekolah.
4. Charity,
siswa kelas 4 SD yang mengalami kesulitan belajar dan sering tidak
memperhatikan guru. Berasal dari latar belakang keluarga yang sangat sibuk.
Charity memiliki kakak yang prestasi belajarnya jauh lebih unggul dibandingkan
dirinya. Orang tua yang lebih perhatian kepada sang kakak dibanding sang adik.
Ditambah lagi sikap orang tua yang sering membanding-bandingkan kedua anaknya.
5. Faisal,
siswa kelas 4 SD yang diduga akan mengalami kesulitan belajar karena kondisi
fisiknya yang tidak dapat mendengar dan tidak dapat berbicara dengan baik.
Namun ternyata termasuk ke dalam siswa yang unggul prestasinya. Dibalik itu
semua ada peran orang tua terutama ibunya yang selalu menemani belajar di rumah
dan sangat memperhatikan anaknya. Sehingga walaupun memiliki kondisi fisik yang
kurang namun tidak mengalami kesulitan belajar.
Dari
kelima kasus tersebut faktor orang tua menjadi penentu kecerdasan anak. Benar
sekali saat Islam mengatakan bahwa ibu adalah guru madrasah pertama untuk
anak-anaknya. Terlihat dari 5 kasus anak yang diduga mengalami kesulitan
belajar hanya Faisal dengan dorongan sang ibu yang mengajarinya dan memberikan
perhatian pada anaknya sehingga bisa menghasilkan anak yang cerdas walaupun
dengan kondisi tidak seperti teman-temannya. Kurikulum yang bagaimanapun tidak
akan berjalan dengan baik tanpa bantuan orang tua di rumah. Apapun yang
dicontohkan oleh Rasulullah tentang cara mendidik anak melalui seorang ibu
memang luar biasa maka kesibukan orang tua jangan sampai membuat perhatian
terhadap anak berkurang. Apalah arti kemewahan dan fasilitas yang serba ada
jika tidak ada kasih sayang di dalamnya. Peran orang tua tidak hanya sebatas
mengajarkan ilmu duniawi, orang tua harus mampu memberikan pendidikan terhadap
anak-anaknya terutama pendidikan agama seperti pepatah dari Imam Ja’far Shadiq “Berikan pendidikan agama kepada anak-anakmu
sesegera mungkin, sebelum lawan-lawanmu menggantikanmu dan menambah ide-ide
yang salah dan keliru pada mereka.”
Dalam
buku “ Membentuk Kecerdasan Anak” dikatakan bahwa Kualitas hidup ayah-ibu dalam menjalani dan memaknai kehidupan
spiritualnya menjadi faktor penentu kecerdasan sang anak. Dengan mengamati
beberapa kasus di atas kurangnya
perhatian orang tua terhadap belajar anak jangankan memberikan pendidikan
bagaimana beribadah yang baik, pendidikan agama yang memadai, mengajari mereka
membaca Al Qur’an dan makna kehidupan spiritual kepada anak maka dari situlah
awal masalah pendidikan muncul. Khususnya masalah kesulitan belajar.
Cobalah
tengok anak-anak kita, tidak ada anak yang bodoh. Saat mereka kecil sungguh di
dalam diri seorang anak terdapat nilai-nilai ketuhanan. Dilihat dari kejujuran,
kesucian, ketenangan, kepasrahan total namun setelah beranjak dewasa jika
sikapnya berubah jangan salahkan mereka. Perhatikan kita sebagai orang tua yang
tidak mempertahankan nilai-nilai ketuhanan itu sehingga digantikan oleh hal-hal
yang keliru dan salah. Orang tua yang tidak peduli akan pendidikan agama
mereka.orang tua bangga saat anak-anaknya bisa menajdi juara olimpiade tanpa
pernah memikirkan bagaimana kualitas ibadah mereka, bagaimana pergaulan mereka,
bagaimana nilai moral pada diri mereka.
Walaupun
faktor orang tua bukan mutlak penyebab masalah pendidikan. Tapi faktor orang
tua adalah hal pertama yang harus diperhatikan terhadap kecerdasan sang anak.
Cerdas bukan berarti selalu mendapatkan peringkat atas. Tapi cerdas dalam
menyikapi nilai-nilai kehidupan. Anak adalah bukti bahwa Alloh percaya pada
kita untuk mengurusinya maka jangan sia-siakan itu. Orang tua sebagai orang
pertama yang bertanggung jawab pada pendidikan anak-anaknya dan faktor keluarga
adalah hal yang paling utama diselesaikan dalam masalah pendidikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar