Tanya Nurani
Teringat
saat dulu belajar makhfudzot saat pesantren dulu. Makhfodzot itu ilmu yang
mempelajari terntang kalimat-kalimat kiasan bermakna dalam kehidupan dengan
menggunakan Bahasa Arab. Seperti yang diceritakan dalam buku Negeri Lima Menara
yang mengajarkan konsep “man jadda wa jadda”. Benar itu adalah suatu kalimat yang
sangat luar biasa dan awal dipelajari di pelajaran makhfodzot. Setelah itu kalimat yang dipelajari
selanjutnya adalah “man shabara zhafira”. Setelah melewati beberapa kalimat
lain yang diajarkan barulah muncul ada kalimat “kulli haqqa walaukaana murran”
artinya katakanlah kebenaran walaupun pahit.
Kulli haqqa waalukana murran, kadang
kita selalu ragu terhadap apa yang akan kita lakukan atau akan kita katakan.
Tapi ada satu hal yang menjadi pengarah dalam hidup kita, penjaga saat ilmu
agama kita kurang itulah yang dinamakan hati nurani. Hati nurani kita selalu
menyatakan hal yang baik. Ketika kita ragu akan suatu hal maka tanya hati
nurani kita walaupun banyak sekali ilmu agama yang tidak kita ketahui dan
kuasai tapi hati nurani bisa dijadikan sebagai anggukan universal karena dapat
merasakan kebenaran hakiki.
Coba bayangkan saat kita melihat ada
seorang ibu yang tiba-tiba tasnya dijabret orang pasti hati kita ingin tergerak
untuk menolong ibu tersebut. Namun kita memilih untuk diam walaupun dalam diri
setiap orang yang kejadian itu ada anggukan universal untuk menolong ibu
tersebut. Nurani tak bisa dibohongi. Saat kita akan melakukan perbuatan buruk
atau jahil pada teman kita hati nurani kita secara histeris dan spontan akan
berkata “tidak”. Maka tanya hati nurani kita.
Seorang
pelajar atau mahasiswa yang sedang ujian yang mencotek jawaban temannya
akan mengakui bahwa perbuatan tersebut adalah perbuatan buruk karena hati
nurani akan membisikkan kebenaran hakiki. Budaya mencotek saat ini sudah menjadi
budaya yang melekat di berbagai kalangan. Sebenarnya ada kaitannya antara
syahadat yang kita ucapkan bahwa tidak ada tuhan selain Alloh tapi dalam prakteknya kadang kita tak sadar
bahwa yang kita perbuat menyalahi kontek syahadat kita. Jika kita mencontek,
kalimat syahadat yang berupa “asyhadu an laa ilaaha illallah” menjadi asyhadu
an laa illaha lulus ujian, nilai A dan lain sebagainya. Kenapa kontek syahadat
menjadi berubah? Hal ini disebabkan kita yang lebih takut pada dosen, takut
tidak lulus, takut nilai jelek tanpa rasa takut sama sekali pada Allloh Yang
Maha Melihat segala gerak-gerik kita maka saat itulah illah kita berubah
menjadi illah dosen, illah nilai bukan lagi illallah.
Suatu hari saya mendapat sms tauhid
dari Aa Gym, isinya seperti ini. “ Gelisah karena ingat dosa adalah karunia,
bila hati sudah bebal tak takut dosa adalah petaka” saya langsung beristighfar
mendapat sms tersebut. Memang benar ketika kita melakukan dosa maka hati tidak
tenang, gelisah dan kepikiran. Itu semua karena nurani kita tau bahwa yang kita
lakukan adalah perbuatan buruk sehingga secara spontan tidak setuju terhadap
perbuatan tersebut. Tapi bagaimana jika yang kita rasakan hanya biasa saja saat
melakukan perbuatan dosa tanpa ada rasa gelisah apalagi sampai susah tidur? Itu
merupakan petaka besar bagi kita saat perbuatan buruk yang kita lakukan tidak
membuat kita gusar mungkin karena saking seringnya kita berbuat dosa.
Astaghfirulloh,,,
Kala kemaksiatan yang kita lakukan
ibarat sebuah noktah hitam di hati kita yang diibaratkan sehelai kertas putih.
Saat kita melakukan maksiat maka noktah hitam muncul di kertas putih tersebut. Semakin
sering kita melakukan kemaksiatan maka noktah-noktah itu semakin dan kertas yang tadinya putih menjadi hitam
dipenuhi oleh noktah-noktah hitam itu. Begitupun dengan hati kita, ketika
melakukan kemaksiatan jika terus dilakukan maka noktah dosa itu menebal
sehingga menyelimuti hati kita. Kebenaran
yang dikeluarkan oleh hati nurani sebagai pembisik kebenaran hakiki
menjadi tidak terdengar. Itulah salah satu sebab mengapa kita menajdi
tenang-tenang saja tidak ada rasa bersalah sedikitpun saat melakukan dosa.
Kebenaran
memang terkadang pahit untuk dikatakan tapi berakhir bahagia dibandingkan saat
kita berbuat keburukan. Semoga kita semua tidak termasuk ke dalam orang-orang
yang hati nuraninya tak bisa terdengar lagi akibat menebalnya tertutup oleh
dinding-dinding dosa yang kita lakukan. Mari renungkan setiap hal kita perbuat
dengarkan hati nurani kita. Maka tobati dan hikmati. Insya Alloh kulluhu
khoir,,, “kulli haqqa walaukanaa murran” ^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar