Rabu, 05 Juni 2013

Siapa yang Harus Bertanggung jawab pada Permasalahan Pendidikan?


Siapa yang Harus Bertanggung jawab pada Permasalahan Pendidikan?
Pendidikan menjadi hal yang sering sekali diperbincangkan dan menjadi salah satu faktor penyebab munculnya berbagai masalah.  Semua orang bertanya-tanya siapakah pihak yang harus disalahkan saat banyak sekali masalah yang terjadi pada dunia pendidikan?. Budaya mencontek semakin marak, tawuran antar pelajar sering terjadi, siswa-siswa yang mengalami kesulitan belajar semakin banyak, kasus-kasus kerusakan moral para pelajar dan masih banyak masalah lainnya. Kurikulum yang berubah-ubah dan dianggap tidak cocok mulai dijadikan kambing hitam penyebab masalah. Memang tak bisa dipungkiri masalah pendidikan adalah tanggung jawab kita semua. Semua pihak memiliki perannya masing-masing untuk memperbaikinya.
Perbahasan lebih kepada masalah kesulitan belajar karena merupakan masalah yang sering muncul dalam dunia pendidikan. Setelah melakukan observasi banyak hal yang terjadi di lapangan. Apalagi masalah-masalah itu banyak timbul pada organismik siswa itu sendiri. Yakinlah bahwa setiap anak itu unik dan memiliki keunikan tersendiri. Tidak bisa antara pribadi yang satu disamakan dengan pribadi yang lain. Ternyata permasalahan mereka sangatlah komplek. Maka kami meneliti kesulitan belajar yang terjadi pada siswa. Karena pendidikan salah satu permasalahannya berawal dari bagaimana akademik siswa. Dari 5 anak SD yang diduga mengalami kesulitan belajar di sekolah yang sama diperoleh hasil bahwa faktor keluarga terutama orang tua memiliki peran terpenting dalam pendidikan anak. Kehidupan mereka yang berasal dari keluarga menengah ke atas dan orang tua mereka yang pergi pagi pulang malam hari saat mereka sudah tertidur. Perhatian orang tua yang tidak dapat menemani perkembangan belajar anak setiap harinya. Bukti bahwa peran orang tua dalam pendidikan terutam ibu sebagai guru madrasah pertama terlihat dari 5 anak yang diduga mengalami kesulitan belajar sebagai berikut.
1.      Khansa, siswa kelas 3 yang mengalami kesulitan belajar dilihat dari hasil belajarnya yang sering diremedial. Dengan latar belakang orang tua yang sangat sibuk sehingga kurang mendapatkan perhatian. Bahkan hasil penelitian guru BK menyatakan bahwa Khansa memiliki gangguan Histonik dengan kepribadian ganda. Siswa yang mengalami gangguan ini selalu ingin mendapatkan perhatian lebih dan gangguan ini muncul setelah orang tua kurang memperhatikan sang anak. Dulu saat orang tuanya sering membantu belajar, nilai pelajaran Khansa pun mengalami peningkatan. Namun setelah orang tuanya tidak menemani dia belajar di rumah maka Khansa mengalami kesulitan belajar.
2.      Nikita, siswa kelas 3 SD yang mengalami kesulitan belajar. Mudah lupa dengan apa yang baru dipelajarinya. Kemampuan pengerjaan tugas yang lambat dan mengalami kesulitan belajar dalam semua bidang studi padahal memiliki IQ di atas rata-rata. Berasal dari latar belakang orang tua yang sanagt sibuk dengan pekerjaan mereka sehingga kurang memperhatiakan anaknya. Orang tua baru menyadari bahwa anaknya menagalami kesulitan belajar setelah ada pemberitahuan dari pihak sekolah. Berbagai macam lembaga privat telah dicoba namun tetap saja kemampuan belajarnya tidak meningkat.
3.      Abisha, siswa kelas 3 SD yang mengalami kesulitan belajar terutama dalam konsentrasi terhadap pelajaran. Abisha termasuk anak yang hiperaktif di kelas. Berasal dari latar belakang keluarga menengah dan terlihat kurang mendapat perhatian di rumah sehingga mencari-cari perhatian dengan sikap hiperaktif yang dilakukannya di sekolah.
4.      Charity, siswa kelas 4 SD yang mengalami kesulitan belajar dan sering tidak memperhatikan guru. Berasal dari latar belakang keluarga yang sangat sibuk. Charity memiliki kakak yang prestasi belajarnya jauh lebih unggul dibandingkan dirinya. Orang tua yang lebih perhatian kepada sang kakak dibanding sang adik. Ditambah lagi sikap orang tua yang sering membanding-bandingkan kedua anaknya.
5.      Faisal, siswa kelas 4 SD yang diduga akan mengalami kesulitan belajar karena kondisi fisiknya yang tidak dapat mendengar dan tidak dapat berbicara dengan baik. Namun ternyata termasuk ke dalam siswa yang unggul prestasinya. Dibalik itu semua ada peran orang tua terutama ibunya yang selalu menemani belajar di rumah dan sangat memperhatikan anaknya. Sehingga walaupun memiliki kondisi fisik yang kurang namun tidak mengalami kesulitan belajar.
Dari kelima kasus tersebut faktor orang tua menjadi penentu kecerdasan anak. Benar sekali saat Islam mengatakan bahwa ibu adalah guru madrasah pertama untuk anak-anaknya. Terlihat dari 5 kasus anak yang diduga mengalami kesulitan belajar hanya Faisal dengan dorongan sang ibu yang mengajarinya dan memberikan perhatian pada anaknya sehingga bisa menghasilkan anak yang cerdas walaupun dengan kondisi tidak seperti teman-temannya. Kurikulum yang bagaimanapun tidak akan berjalan dengan baik tanpa bantuan orang tua di rumah. Apapun yang dicontohkan oleh Rasulullah tentang cara mendidik anak melalui seorang ibu memang luar biasa maka kesibukan orang tua jangan sampai membuat perhatian terhadap anak berkurang. Apalah arti kemewahan dan fasilitas yang serba ada jika tidak ada kasih sayang di dalamnya. Peran orang tua tidak hanya sebatas mengajarkan ilmu duniawi, orang tua harus mampu memberikan pendidikan terhadap anak-anaknya terutama pendidikan agama seperti pepatah dari Imam Ja’far Shadiq “Berikan pendidikan agama kepada anak-anakmu sesegera mungkin, sebelum lawan-lawanmu menggantikanmu dan menambah ide-ide yang salah dan keliru pada mereka.”
Dalam buku “ Membentuk Kecerdasan Anak” dikatakan bahwa Kualitas hidup ayah-ibu dalam menjalani dan memaknai kehidupan spiritualnya menjadi faktor penentu kecerdasan sang anak. Dengan mengamati beberapa kasus  di atas kurangnya perhatian orang tua terhadap belajar anak jangankan memberikan pendidikan bagaimana beribadah yang baik, pendidikan agama yang memadai, mengajari mereka membaca Al Qur’an dan makna kehidupan spiritual kepada anak maka dari situlah awal masalah pendidikan muncul. Khususnya masalah kesulitan belajar.
Cobalah tengok anak-anak kita, tidak ada anak yang bodoh. Saat mereka kecil sungguh di dalam diri seorang anak terdapat nilai-nilai ketuhanan. Dilihat dari kejujuran, kesucian, ketenangan, kepasrahan total namun setelah beranjak dewasa jika sikapnya berubah jangan salahkan mereka. Perhatikan kita sebagai orang tua yang tidak mempertahankan nilai-nilai ketuhanan itu sehingga digantikan oleh hal-hal yang keliru dan salah. Orang tua yang tidak peduli akan pendidikan agama mereka.orang tua bangga saat anak-anaknya bisa menajdi juara olimpiade tanpa pernah memikirkan bagaimana kualitas ibadah mereka, bagaimana pergaulan mereka, bagaimana nilai moral pada diri mereka.
Walaupun faktor orang tua bukan mutlak penyebab masalah pendidikan. Tapi faktor orang tua adalah hal pertama yang harus diperhatikan terhadap kecerdasan sang anak. Cerdas bukan berarti selalu mendapatkan peringkat atas. Tapi cerdas dalam menyikapi nilai-nilai kehidupan. Anak adalah bukti bahwa Alloh percaya pada kita untuk mengurusinya maka jangan sia-siakan itu. Orang tua sebagai orang pertama yang bertanggung jawab pada pendidikan anak-anaknya dan faktor keluarga adalah hal yang paling utama diselesaikan dalam masalah pendidikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar